Categories
Parenting

Risiko Jadi Papa Di Usia Muda

Menjadi papa sebelum usia 25 tahun ternyata memiliki risiko lebih tinggi untuk meninggal saat memasuki usia paruh baya, demikian menurut studi yang dimuat di Journal of Epidemiology & Community Health. “Ini bisa dikarenakan stres yang dialami mereka saat harus menjalankan peran sebagai papa pada usia semuda itu,” kata Dr. Elina Einiö, Kepala Studi yang berasal dari University of Helsinki, Finlandia.

Baca juga : kerja di Jerman

Berdasarkan studi lainnya ditemukan, pada usia tersebut banyak terjadi kehamil an tak direncanakan, sehingga banyak orangtua baru yang terpaksa membangun rumah tangga. “Peran sebagai seorang papa dan pencari nafkah dapat menimbulkan stres psikologis dan ekonomi bagi mereka yang tidak siap menjalaninya,” lanjut Einiö. Untuk itu, sarannya, penting bagi para papa muda merawat dirinya sendiri. “Terlepas dari tanggung jawab sebagai papa, mereka perlu pintar-pintar meluangkan waktu untuk mengadopsi pola hidup sehat, misalnya dengan berolahraga,” tambah Einiö.

Dulu rajin olahraga, sekarang terasa manfaatnya Berbahagialah para perempuan yang saat muda atau remajanya aktif secara fisik, bahkan tergolong atletis. Soalnya, hobi berolahraga ini akan menurunkan risiko kematian akibat kanker dan kematian akibat berbagai penyebab lainnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sarah J. Nechuta, MPH, PhD, asisten profesor dari Vanderbilt Epidemiology Center dan VanderbiltIngram Cancer Center ini juga menyebutkan, perempuan yang rajin berolahraga di kala remaja dan setelah dewasa memiliki risiko jauh lebih rendah untuk meng alami kematian akibat berbagai penyebab.

Perjalanan dari rumah ke kantor memakan waktu sekitar 3–4 jam. Tak mudah menempuh perjalanan yang lama dalam kondisi hamil. Saya sering merasa mual dan sesak napas. Saya mengatasinya dengan tidur selama perjalanan dan tidak menaruh pengharum mobil, karena baunya semakin memperparah keluhan. Elvrida tidur di mobil

Ikuti saran dokter Perjuangan saya selama hamil begitu menyimpan banyak cerita. Saat dokter mendiagnosis tokso dan kekentalan darah, saya sempat pesimis namun beruntung dokter selalu memberikan masukan positif, dan saya terus mengikuti saran dokter. Saya juga jadi tidak suka berbagai jenis bau menyengat, seperti nasi dan susu. Setiap menciumnya pasti saya muntah dan mual. Namun saya tidak ingin si kecil kekurangan nutrsi dan gizi, sehingga saya tetap mengonsumsi makanan sehat. Untuk keluhan sesak napas, biasanya saya akan menghirup udara pelan-pelan hingga tubuh merasa relaks. Timmi kaban (5 bulan)

Sumber : https://ausbildung.co.id/

Categories
Parenting

Anak Autisme Tidak Perlu Diet Khusus

Banyak orangtua yang memiliki anak dengan kondisi autisme mengira pemberian menu khusus serta suplemen tambahan dapat membantu. Namun, menurut studi yang dimuat di Journal of the Academy of Nutrition and Dietetics, upaya ini malah bisa menimbulkan masalah lainnya. Pemberian suplemen atau menu makanan bebas gluten, misalnya, malah membuat anak kekurangan beberapa jenis nutrien lain, seperti kalsium.

Baca juga : Beasiswa S1 Jerman

Atau, justru jadi kelebihan nutrien lainnya, seperti vitamin A. “Sebaiknya setiap anak diperiksa secara individual untuk menemukan potensi kekurangan atau kelebihan nutrien yang dialami,” anjur Patricia Stewart, Asisten Profesor di bidang Kesehatan Anak dari University of Rochester Medical Center, Rochester, New York. Terlepas dari itu, tak perlu ada perbedaan menu dengan anak-anak lainnya.

Masih Cadel

Anak lelaki saya (9) sampai sekarang bicara nya masih celat atau pelo, belum bisa mengucapkan huruf “r” berganti jadi “l” dan “k” berganti jadi “t”. Adik perempuannya (5 ) juga sama. Padahal kami selama ini tidak pernah menggunakan bahasa bayi dan tidak ada keturunan seperti itu. Bagaimana ya, bu, cara mengatasinya? Ke mana saya harus meminta bantuan? Terima kasih atas jawaban ibu mayke. Poppy rifai – magelang salam kenal Bu Poppy.

Untuk anak kedua yang berusia 5 tahun, masalah pelo masih dianggap wajar, namun tetap perlu diamati perkembangannya. Sedangkan untuk kakaknya yang berusia 9 tahun, pelo sudah tidak lazim. Apa saja usaha yang sudah ditempuh untuk mengatasi masalah pelo ini? Menurut keterangan Ibu, sehari-hari mereka terbiasa diajak berbicara dengan bahasa yang benar dan dari garis keturunan pun tidak ada yang pelo. Saya sarankan, konsultasi ke dokter ahli THT untuk diteliti bagaimana keadaan organ-organ bicaranya.

Setelah itu konsultasikan pada ahli terapi wicara, biasanya mereka bekerja di Klinik Tumbuh Kembang Anak yang ada di rumah sakit. Di rumah, Ibu dapat melatih anak untuk mengucapkan kata-kata yang mengandung huruf “r” , bisa divariasikan posisi huruf “r” di awal, tengah, atau akhir kata. Misal, “rumah”, ”rata”, “arta”, “garuda”, “ular”, “pagar”, dan seterusnya. Ketika mengajak anak berlatih, jangan sampai mengesankan dia dipaksa latihan.

Awali dengan permainan, umpama, pura-pura menyuarakan bunyi motor, “brem-brem-brem”, “rrrrrrr”, “arrgghh”. Apabila sudah berkonsultasi dengan ahli terapi wicara, tanyakan latihan-latihan yang perlu dilakukan di rumah, misalnya adakah senam lidah untuk membuat lidah lebih lentur. Saya berharap Ibu dapat menarik manfaat dari saran-saran yang diajukan. Salam.

Sumber : https://ausbildung.co.id/

Categories
Parenting

Suka Banget Berlaku Agresif

Menendang, memukul, dan menggigit, belakangan ini jadi “hobi baru” si kecil yang memasuki usia batita. Ini dia penyebabnya. Tomi terlihat kesal. Bocah dua tahun ini berupaya meminta mainan dari kakak perempuannya, tetapi tidak digubris. Satu menit saja Tomi berusaha menunggu. Detik berikutnya ia sudah menarik mainan dari kakaknya sembari mencubit.

Baca juga : Beasiswa d3 ke S1 Luar Negeri

Kontan saja si kakak yang hanya berbeda 16 bulan itu menjerit dan menangis. “Dicubit adik,” ia mengadu ke mamanya. Sang Mama menghampiri, “Kenapa kakaknya dicubit, Tomi?” Tomi diam saja. Bibirnya mengerucut. Mama pun memilih untuk memisahkan sejenak kakakadik yang sedang marahan tersebut. Tapi ia tak henti berpikir, mengapa Tomi belakangan ini sering berbuat kasar. Kemarin, pengasuhnya digigit. Dalam minggu ini juga, papanya giliran kena tendang. Kenapa, sih?

Cerminan Rasa Frustrasi

Mama Papa jangan buru-buru menilai sikap kasar anak sebagai kepribadian si kecil. Menurut psikolog Nuri Sadida, masih terlalu dini untuk menilai perilaku agresif tersebut adalah bagian dari kepribadian si batita. “Karena kepribadian seseorang terbentuk seiring pertambahan usianya.” Pada usia batita, menurut Nuri, kita baru bisa mengamati apakah buah hati memiliki karakter yang cenderung sulit dikendalikan.

Biasanya hal ini, terlihat dari perilakunya yang mudah terganggu oleh perubahan, lebih banyak marah dan menangis daripada tertawa dan bahagia, serta perilaku tidak konsisten, misal, hari ini mudah tidur, keesokannya sulit disuruh tidur. Yang sedang terjadi pada batita sebenarnya, kesadaran akan keinginan mereka semakin berkembang, dan mereka semakin bersemangat menyampaikan keinginan mereka.

Sayangnya, mereka masih memiliki keterbatasan dalam menyampaikan apa yang mereka sukai dan tidak disukai. Mereka pun jadi “frustrasi” kalau keinginannya tidak didengar/dikabulkan. Jadilah, mereka akan berusaha mendapatkan keinginan itu dengan cara mereka sendiri. “Terlihat mereka mudah merebut, mengejar, dan sebagainya,” ujar Nuri.

Apabila tidak berhasil, atau merasa marah, lelah, dan berhadapan dengan situasi yang membuat tidaknyaman, mereka juga akan mudah menyalurkan energi dan emosinya melalui gerakan-gerakan bersifat fisik seperti menendang, memukul, dan menggigit. Jadi, wajar saja bila pada periode ini batita kerap melakukan tindakan agresif, terutama apabila ia merasakan ketidaknyamanan.

Sumber : https://ausbildung.co.id/

Categories
Parenting

Panci Ketemu Tutupnya

Umumnya faktor–faktor itulah yang membuat para mama sulit mencari pengasuh. Lalu bagaimana, apakah kita harus langsung menyerah begitu saja enggak punya pengasuh? Della memberi sedikit masukan tentang ini “Mencari pengasuh anak itu sama seperti proses ‘menjodohkan’. Istilahnya seperti ‘panci ketemu tutupnya’. Pe ngasuh andalan pada dasarnya memiliki pribadi yang dapat melengkapi apayang kita tidak dapat penuhi, namun sangat kita butuhkan,” jelas Della. Jadi, jangan-jangan selama ini kriteria Mama akan pengasuh belum pas. Contoh, kalau selama ini Mama selalu mencari penga suh yang good looking dan ramah untuk mengasuh bayi mungkin kurang tepat.

Baca juga : kursus bahasa Jerman di Jakarta

Karena untuk mengurus bayi, kita justru membutuhkan pe ngasuh yang gesit dan cekatan. Jadi coba Mama telusuri kembali keinginan, kebutuhan, dan kepribadian Mama. Saat mencari pengasuh, kita pun jangan sekadar mengandalkan feeling atau impresi sesaat bahwa si pengasuh terlihat sebagai pribadi yang menyenangkan. Periksa juga historis si pengasuh, dengan lebih banyak berbicara santai (tidak diinterogasi) tentang asal muasal. Seperti apa ia dibesarkan, pengalaman kerja sebelumnya, termasuk bercerita tentang bayi dan anak-anak yang pernah mereka asuh.

“Biarkan pengasuh bercerita tentang cara mereka mengasuh (evidence-based research), karena orang tidak akan dapat menjawab detail dan akan banyak memanipulasi ketika menjawab jika tidak benarbenar melakukannya. Mencoba lebih ‘kepo’ (cari tahu) di awal akan lebih bijak daripada baru mengetahui ‘sisi gelap’ mereka setelah sempat bekerja untuk kita,” tambah Della. Soal pengasuh andalan, Mariati Manurung urun rembuk di Fan Page nakita.

“Pengasuh saya sudah ikut saya hampir 5 tahun. Seumur anak saya yang kedua, Chelsea. Orangnya baik, supel, bicaranya juga sopan, punya tata krama, dan yang saya suka, dia mau belajar hal-hal yang dirasa baru dan positif. Sekarang Mbak Susan lagi belajar masak kue untuk bikinin anak-anak saya. Mama saya juga sayang sama Susan. Kata Mama, dia jujur, sopan, cekatan enggak males, dan sayang sama anak-anakku. Kalau pengasuh yang kurang menyenangkan, biasanya enggak akan bekerja lama.

Categories
Parenting

Rahasia Umum Mencerdaskan Si Kecil

Rahasia 5: Hargai usahanya. Penelitian menunjukkan, anak-anak yang bekerja lebih keras dan berprestasi lebih baik di sekolah adalah anakanak yang orangtuanya lebih menghargai usaha atau bukan semata-mata kepintaran me reka. Jadi, daripada mengatakan, “Anak Ma ma pintar,” baiknya Mama menyampaikan kalimat se perti, “Wow, kamu pasti sudah berusaha dengan keras, ya.” Fokusnya adalah pada upaya membuat karya ketimbang hasil itu sendiri.

Baca juga : Tes Toefl Jakarta

Hal itu akan membantu anak Mama mengasosiasikan kerja keras dengan ke suksesan. Mama pasti akan memetik buah dari metode seperti itu, ujar Tracy Cutchlow, karena kala anak-anak semakin besar, mere ka akan memiliki apa yang disebut “pola pikir pertumbuhan” (keyakinan bahwa mereka bisa melakukan lebih jika mereka berani mencoba) bukan “pola pikir tetap” (keyakinan bahwa apa yang bisa mereka la kukan sudah ditentukan oleh kemampuan dasar atau IQ).

“Hasil penelitian yang dilakukan lebih dari 30 tahun menunjukkan anakanak yang di besarkan di dalam rumah yang menganut pola pikir pertumbuhan secara konsisten mengalahkan teman -teman sebaya mereka yang punya pola pikir tetap dalam pencapaian akademik ,” sambung Tracy. Anak-anak dengan pola pikir pertumbuhan cende rung punya sikap yang le bih menye garkan saat menghadapi kegagal an. Mereka tidak merenungkan kesalah an mereka. Mereka ha nya memahami kesalahan sebagai masalah untuk dita ngani, dan kemudian kembali bekerja untuk mengatasinya.

Rahasia 6: Gunakan telunjuk Mama. Saat berumur sembilan bulan, anak-anak mulai bisa mengikuti arah jari-jari Mama untuk mencari tahu apa yang te ngah Mama tunjuk, ujar Ross Flom. Penelitian menunjukkan, anak-anak akan bisa mempelajari bahasa dengan lebih cepat jika Mama menggunakan telunjuk Mama untuk menunjuk benda-benda—mi salnya, mobil—sam bil mengucapkan nama benda tersebut .

Melakukan inter aksi bersama semacam itu disebut “pemusatan per hatian ber sama”. Ar tinya, si kecil punya kemampuan untuk ber komunikasi kepada Mama perihal sesuatu (dan seseorang) di luar ia dan Mama. Sekalinya si kecil punya kemampuan ini, ujar Ross lagi, komunikasi antara Mama dan si kecil akan semakin canggih. Agar otaknya bisa semakin terangsang, ajak anak jalan jalan ke kebun binatang. Di sana, Mama dan si kecil bisa sama-sama memusatkan perhatian ke salah satu binatang, contohnya jerapah. “Tunjuk objeknya, bicarakan objek tersebut, dan deskripsikan,” ujar Ross lagi. Dengan cara ini, Mama sudah membantu mendorong perkembangan sosial, kognitif, serta bahasa anak. D emikian enam rahasia membesarkan balita cerdas.

Sumber : pascal-edu.com